Perbedaan Pakaian PDU 1 dan PDU 3
Pakaian Dinas Utama (PDU) adalah seragam militer penting yang digunakan oleh personel TNI (Tentara Nasional Indonesia), POLRI (Kepolisian Republik In…
Pakaian Dinas Utama (PDU) adalah seragam militer penting yang digunakan oleh personel TNI (Tentara Nasional Indonesia), POLRI (Kepolisian Republik In…
Warna merupakan elemen penting dalam dekorasi rumah yang dapat mempengaruhi suasana dan suasana hati ruangan. Dalam desain interior, dua warna putih …
Cara Membuat Menu Navigasi Blogger - blogge Pemula sudah menjadi hal yang sangat wajar dalam bidang apapun, tak terkecuali dalam dunia blog. Saya m…
Sekilas Tentang Mbah KH Sahlan Tholib - Kyai Sahlan merupakan salah satu ulama salaf dan ulama kuno yang mempunyai karomah YANG SANGAT JARANG TEREKS…
Industri kecantikan semakin berkembang pesat, dengan berbagai produk yang bermunculan setiap hari. Salah satu merek yang kini tengah populer adalah S…
Biografi KH Hasan Gipo, Ampel, Surabaya, Jawa Timur Ketua Tanfidziyah PBNU Pertama - Hasan Gipo atau Hasan Basri lahir di Surabaya pada tahun 1869 d…
Sekilas Tentang Gus Ma'ruf bin Zubair - Kita tahu bahwa Sarang termasuk daerah yang merupakan gudang ulama. Di antara mereka ada satu ulama yang…
Jejak KI Ageng Rogosasi - Bagi Masyarakat Tumang Boyolali, nama Ki Ageng Rogosasi tentu tak asing bagi mereka. Nama tersebut merupakan seorang penye…
Konversi IP Address ke Biner Konversi IP Address ke Biner Masukkan IP Address: Konversi …
Dalil Lengkap Sampainya Pahala Kepada Mayit - Untuk menguatkan syariat kita bahwah menghadiahkan pahala bacaan Al Quran dan kalimat Thoyyibah kepada…
Sejarah Aceh tempo dulu, mencatat betapa kelamnya bangsa Aceh dengan rusaknya akidah para tokoh dan generasi Aceh sesudah pembantaian para Teuku (Ule balang) dan Ulama sufi yg disebut Revolusi Sosial 1946.
Semenjak tahun 1953 kehidupan umat lslam Aceh yang Ahlussunnah Waljamaah Syafi'iah telah diganggu dan diusik. Ada pihak-pihak yang ingin merubah pemahaman yang dianut masyarakat Aceh. Mereka yang datang dan menyusup kedalam tubuh pemerintahan militer saat itu. Karena tak berhasil mengubah langsung ke tengah-tengah masyarakat maka datang ia kepada pemerintah dengan pahaman lslam Pembaharuan yang dikembangkan oleh Muhammad Abduh seorang penganut bebas mazhab berasal dari Mesir.
Sedangkan ajaran yang dibawa Muhammad Abduh adalah hasil dari pengembangan pahaman liberal (mu'tazilah yang dipadukan dengan pahaman Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab).
Disebut pihak-pihak yang mengusik itu berani muncul dengan berbekal sebuah surat "maklumat - bersama" adalah dari kalangan yang tidak suka melihat masyarakat Aceh dengan cara beramaliahnya sehari-hari, seperti bermaulidan, bertawassulan, bertabarrukan, bertahlilan dan sebagainya hingga mereka mempengaruhi pemerintahan militer saat itu yang ingin menarapkan Syariat lslam. Untuk itu keinginan mereka berupaya memberlakukan system mazhab yang dipadukan dengan mazhab lainnya (pencampuran mazhab).
Padahal sebelumnya di Mesjid Raya Baiturrahman (MRB) justru telah dipimpin oleh ulama'-ulama' Sunni dari kalangan dayah Salafiah tradisinonal (Aswaja). Para ulama Aceh saat itu telah menerapkan pula mesjid dengan pengamalan cara Assyafi’iyah, bahkan di seluruh Aceh pun dahulu dari masa kesultanan Aceh hingga masa sebelum tiba masa kepemimpinan Abu Daud Beureu'eh.
Sebabnya di masa Abu Daud Beureu'eh ini pihak-pihak yang ingin merubah pemahaman masyarakat Aceh sesuai dengan apa yang ditinggalkan oleh ulama-ulama sebelumnya. Tapi setelah lndonesia merdeka dari tahun 1953 hingga seterusnya, Aceh telah dipimpin oleh kalangan yang berpahaman lslam Pembaharuan (moderen).
Banyak masyarakat tertipu dengan gerakan lslam Pembaharuan tersebut karena ajaran yang dibawanya justru ingin menghapus segala hal amaliah yang sering dilakukan oleh rakyat Aceh, diantaranya, Melarang kenduri (makan-makan), Melarang maulid Nabi, Kenduri orang mati, Kenduri di kuburan, Kenduri Sawah, Kenduri Laot, dan lain-lain.
Intinya pihak-pihak itu ingin mengubah setiap amaliah yang telah lama masyarakat Aceh yakini selama itu benar. Di masa DI/TII sendiri yang brutal dan kejamnya, adalah masa di mana ada beberapa ulama dayah diburu oleh kalangan bersenjata DI/TII hingga ada yang dibunuhnya dan ada yang menyelamatkan diri keluar Aceh,, Subhanallah..
Menurut beberapa sumber dari ulama'-ulama' dayah bahwa di antara ulama yang ingin dibunuh mereka tapi dengan berkat karamah yang Allah berikan hingga selamat dari peristiwa pembantaiannya, di antaranya, Abu Wahab Seulimuem (Ayah Abon Seulimuem), Abuya Muda Waly (Ayah Abuya Dajamaluddin Waly), dan lain-lain. Aceh yang dikenal sebagai penganut kental Ahlussunnah Waljamaah (Aswaja) Assyafi’iyah masa itulah dicoba untuk disamar-samarkan oleh mereka sebagai pihak penjilat pada penguasa.
Dan mereka itulah intelektual muda (berakidah lslam Pembaruan ala W4h4b1) serta beberapa cendekiawan yang berafiliasi dengan penguasa Aceh, bahkan keberadaan PUSA
yang telah dibentuk pada tahun 1939 telah dijadikan sebagai wadah tempat berkumpulnya para ulama-ulama yang telah terkontaminasi W4h4b1, yang anti kepada ulama'-ulama' dayah ( Aswaja ). Dengan tehnik mereka yang masuk dan menyusup menjilat kepada pemerintah Aceh saat itu (Abu Daud Beureu'eh) ingin menghilangkan akidah bangsa yang telah dijalaninya sejak ratusan tahun lalu.
Maka oleh penguasa pun (Abu Daud Beureu'eh) beserta staf dan jajarannya menyetujui dan menandatangani permintaan mereka agar pemerintah membuat semacam seruan bersama atau "Maklumat Bersama", mereka di antaranya:
1. Pengurus dan Kepala Bagian Agama Atjeh, Tgk Abdorrahman.
2. Ketua Persatuan Ulama Seluruh Atjeh (PUSA), Tgk M. Daud Beureueh.
3. Pimpinan Sekolah lslam, kabupaten Atjeh Besar, Ibrahim Amin.
4. Hakim Seluruh Aceh atau Kepala Makhamah Syari'ah Atjeh, H. Ahmad Hasballah Indrapuri.
5. Wakil Kepala Agama Keresidenan Atjeh, Tgk. M. Noer el Ibrahim.
6. Kepala Kantoer Oeroesan Agama, ketjamatan Bukit/ Nosar Takengon, Tgk Abd. Djalil.
Mereka yang menandatangani surat tersebut adalah bagian dari kalangan pecinta lslam Pembaharuan (modern) yang tergabung dalam PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh) dan juga pengikut setia DI/TII. Setelah ditandatangani surat maklumat tersebut kemudian dibagi-bagikan kepada seluruh rakyat Aceh.
Namun upaya pemrintah Aceh saat itu tidak diterima oleh rakyat Aceh karena dirasakan sangat bertentangan dengan yang selama ini didapatkan daripada ulama'-ulama' dayah Salafiah tradisional Aceh. Inilah suatu bahaya bagi bangsa dan rakyat Aceh karena justru yang menghancurkan Aceh oleh rakyat Aceh sendiri yang telah dicuci otaknya oleh pihak-pihak yang ingin menjauhkan rakya Aceh dengan ulama-ulamanya.
Maka akibat bagi orang-orang yang menafikan menghilangkan dan melupakan sejarah (dengan akidah bangsa yang dilakukan oleh orang-orang sebelumnya), maka bangsa tersebut akan menanggung malu dan hinaan dari bangsa-bangsa lain. Seperti kata pepatah “bangsa yang terhormat adalah bangsa tidak melupakan sejarah bangsanya”.
Dengan kedatangan W4h4b1 (Salafi) yang menyusup kedalam pemerintah Aceh saat itu pula Aceh secara perlahan hilang jati dirinya sebagai bangsa yang besar penganut Ahlussunnah Waljama'ah Aswaja setelah kesultanan Turki. Mari sekarang kita wujudkan negeri Aceh ini menjadi Ahlsusnnah Wal Jamaah sejati dengan mengamalkan segala perintah yang sesuai dengan sumber Al qur'an dan Assunnah dengan merujuk kepada para alim ulama Syafiiah, dan bertauhidkan Asy’ariah Wal Maturiddiah. Dan bukan W4h4b1 yang berpahaman Mujassimah Musyabbihah yang suka mencampurkan (talfiq) mazhab.
Jayalah selalu negeri Aceh, jayalah Ahlissunnah Wal Jamaah, panjangkanlah umur ulama'-ulama' Aceh dan berilah ketaatan kepada seluruh penduduk negerinya. Amin ya Rabbal 'alamin.
Sumber:hwmi