Perbedaan Pakaian PDU 1 dan PDU 3
Pakaian Dinas Utama (PDU) adalah seragam militer penting yang digunakan oleh personel TNI (Tentara Nasional Indonesia), POLRI (Kepolisian Republik In…
Pakaian Dinas Utama (PDU) adalah seragam militer penting yang digunakan oleh personel TNI (Tentara Nasional Indonesia), POLRI (Kepolisian Republik In…
Warna merupakan elemen penting dalam dekorasi rumah yang dapat mempengaruhi suasana dan suasana hati ruangan. Dalam desain interior, dua warna putih …
Cara Membuat Menu Navigasi Blogger - blogge Pemula sudah menjadi hal yang sangat wajar dalam bidang apapun, tak terkecuali dalam dunia blog. Saya m…
Sekilas Tentang Mbah KH Sahlan Tholib - Kyai Sahlan merupakan salah satu ulama salaf dan ulama kuno yang mempunyai karomah YANG SANGAT JARANG TEREKS…
Industri kecantikan semakin berkembang pesat, dengan berbagai produk yang bermunculan setiap hari. Salah satu merek yang kini tengah populer adalah S…
Sekilas Tentang Gus Ma'ruf bin Zubair - Kita tahu bahwa Sarang termasuk daerah yang merupakan gudang ulama. Di antara mereka ada satu ulama yang…
Biografi KH Hasan Gipo, Ampel, Surabaya, Jawa Timur Ketua Tanfidziyah PBNU Pertama - Hasan Gipo atau Hasan Basri lahir di Surabaya pada tahun 1869 d…
Jejak KI Ageng Rogosasi - Bagi Masyarakat Tumang Boyolali, nama Ki Ageng Rogosasi tentu tak asing bagi mereka. Nama tersebut merupakan seorang penye…
Konversi IP Address ke Biner Konversi IP Address ke Biner Masukkan IP Address: Konversi …
Dalil Lengkap Sampainya Pahala Kepada Mayit - Untuk menguatkan syariat kita bahwah menghadiahkan pahala bacaan Al Quran dan kalimat Thoyyibah kepada…
Kementerian Agama RI menetapkan 4 indikator moderasi beragama, yaitu:
1. Komitmen kebangsaan
2. Toleransi
3. Anti kekerasan
4. Penerimaan terhadap tradisi
Viralnya video yang menghinakan tradisi sajen jelas merupakan indikator rendahnya tingkat moderasi beragama orang tersebut.
Rendahnya penerimaan terhadap tradisi menjadi tantangan tidak ringan karena bangsa ini telah terlalu jauh terjerumus dalam mempersepsikan tradisi.
Lihat saja tayangan film dan sinetron. Pihak-pihak yang masih menjalankan tradisinya selalu distigma sebagai pihak yang jahat dan oleh karenanya pasti kalah.
Tradisi dianggap sebagai kuno. Tradisi dianggap cerminan budaya manusia yang belum mengenal adab dan agama. Tradisi dianggap ketidakmasukakalan dan itu artinya kebodohan. Bahkan tradisi dianggap sebagai kesesatan.
Orang-orang yang merasa dirinya beradab, beragama, modern, dan rasional lalu merasa bukan saja berhak tapi bahkan wajib meninggalkan bahkan menghinakan tradisi.
Baiklah kita fokuskan saja salah satu tradisi yang lagi viral yaitu sajen.
Oleh Sebagian orang -yang merasa beradab, beragama, modern, dan rasional- sajen dianggap sebagai tidak bermanfaat, sampah, makanan setan, kesesatan, bahkan sering dituding menjadi penyebab bencana.
Bagi yang mempercayainya tentu sajen adalah ungkapan rasa hormat, bakti, dan syukur manusia kepada tuhan. Ungkapan ini terwujud dalam sesajian yang disajikan dari hasil bumi yang merupakan pemberian tuhan.
Jangan dilihat wujudnya seperti apa tapi lihatlah niatnya. Bukan kita juga sering begitu ketikan sedang memberikan sesuatu pada orang yang kita kasihi sayangi cintai?
Bagi sebagian orang barangkali sajen dianggap tidak bermanfaat, buang-buang uang. Apakah karangan bunga ucapat Bahagia hingga duka tanda simpati itu juga tidak buang-buang uang? Tapi itu tetap dilakukan dan tidak ada yang berpendapat miring.
Bagi sebagian orang sajen adalah kesesatan karena mengundang setan. Bunga dan wewangian dupa atau kemenyan dianggap sebagai makanan setan. Apakah mereka tidak pernah mewangikan dirinya Ketika datang kepada ortang terkasih? Bahkan juga membawa sekuntum bunga tanda cinta? Atau tidak pernah mewangikan diri Ketika menghadap tuhannya?
Bagi Sebagian orang sajen dianggap sebagai penyebab bencana. Sajen di laut sering dianggap sebagai penyebab tsunami. Sajen di gunung sering dianggap sebagai penyebab gunung Meletus.
Kalau sudah demikian maka siapa sebenarnya yang kuno, tidak beradab, dan irasional?
Aku jan kudu ngguyu